
TRANS TV - Kehilangan Orang yang Dicintai Bukanlah Akhir dari Segalanya | Perasaan "separuh jiwa pergi" adalah ungkapan yang sangat mendalam, mencerminkan betapa sakitnyakehilangan orang yang dicintai, entah itu orang tua, pasangan, atau anak. Dalam pandangan Islam, meskipun merasakan kesedihan adalah hal yang wajar, ketenangan sejati justru muncul dari pemahaman yang mendalam tentang hakikat kepemilikan.
Ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah ayat 156, yang menjadi pedoman utama saat kita menghadapi musibah: "(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: 'Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un' (Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali)."
Ayat ini mengingatkan kita bahwa segala sesuatu, termasuk orang-orang terkasih, adalah titipan dari Sang Pencipta. Oleh karena itu, kunci untuk menghadapi kehilangan orang yang dicintai adalah penerimaan (rida) dengan keyakinan bahwa apa yang diambil adalah hak mutlak Pemiliknya, dan perpisahan di dunia ini adalah bagian dari takdir yang telah ditentukan, seperti yang tertuang dalam firman-Nya: "Kullu nafsin dzaaiqatul maut" (Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati) [Ali 'Imran: 185].
Di balik rasa sakit yang menyelimuti, kehilangan orang yang dicintai sebenarnya adalah cara Allah untuk mendekatkan hati seorang hamba kepada-Nya, dalam sebuah fase yang dikenal sebagai taqarrub. Seringkali, keterikatan yang berlebihan pada makhluk, seperti anak, pasangan, atau harta, dapat membuat kita lupa pada sandaran yang sejati, yaitu Sang Khaliq.
Musibah ini berfungsi sebagai ujian yang membersihkan jiwa dan dapat mengangkat derajat kita. Sebagaimana dijelaskan dalam Hadis Qudsi yang diriwayatkan Bukhari, Rasulullah SAW bersabda bahwa Allah berfirman: "Tidak ada balasan bagi hamba-Ku yang Mukmin, jika Aku mengambil kekasihnya dari penduduk bumi, kemudian ia bersabar dan mengharap pahala (di sisi-Ku), melainkan Surga." Hadis ini menegaskan bahwa kehilangan adalah mekanisme spiritual yang memindahkan ketergantungan hati dari hal-hal yang tak abadi.
Photo by Smaïl Bouhari on Unsplash